Senin, 22 Juli 2024

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan

oleh Ramdhani Kusuma Putra

Industri perfilman Korea Selatan saat ini rasanya tengah menguasai dunia, setelah kesuksesan besar dari film Parasite besutan sutradara kenamaan Bong Joon Ho di kancah internasional, bahkan berhasil memborong piala Oscar. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari sepak terbang perfilman Korea di dunia, bagaimana ya sejarah perfilman di Korea Selatan sendiri, hingga dapat bersinar seperti sekarang, yuk kita simak.

1. Lahirnya Perfilman Korea Selatan
Film Korea Selatan mulai bebas mengudara saat berhasil meraih kemerdekaan pada tahun 1945, pada masa itu perfilman Korea masih dipenuhi dengan cerita-cerita tentang propaganda Jepang, dan tentu saja film yang bertemakan kemerdekaan. Salah satu film dengan unsur kemerdekaan yang berhasil meraih keuntungan besar yaitu “Viva Freedom!” (1946)
Selain itu pada era ini industri perfilman Korea Selatan juga sempat mengalami keadaan mati suri di saat perang dingin terjadi antara Korea Selatan dan Korea Utara.

2. Masa Keemasan 
Setelah keluar dari keadaan mati surinya, industri perfilman bangkit sedikit demi sedikit dan berhasil menunjukkan sayapnya kembali setelah film “The Housemade” (1960) berhasil mendapatkan keuntungan besar dan digadang-gadang sebagai film terbaik yan pernah dibuat oleh Korea Selatan.
Hal tersebut ternyata didasari oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi film lokal hingga meningkat tinggi.

3. Lahirnya Hallyu 
Masa ini industri film Korea Selatan sempat mengalami sebuah propaganda pada tahun 1973 hingga 1979, di mana penyensoran film membuat produksi menjadi menurun drastis. Hanya film-film yang memiliki kesamaan unsur ideologi dan politik saja yang boleh tayang di bioskop lokal. Hingga akhirnya sebuah film berjudul “Im Kwon Taek Mandala” (1981) yang mengalami kesuksesan besar, dengan memenangi penghargaan internasional. Hingga akhirnya pada tahun 1988 penyensoran film tersebut dicabut di Korea Selatan.
Kesuksesan internasional tersebut yang membuka jalan film-film asal Korea Selatan dapat dikenal lebih banyak di dunia perfilman internasional.

4. Kebangkitan (1997 - sekarang)
Setelah banyaknya gejolak naik turun film Korea, akhirnya konsistensi tersebut berhasil dipertahankan dan membuat kesuksesan yang terus meningkat. Film berjudul “My Sassy Girl” (2001) tentu saja dapat menjadi pembuka masa kebangkitan ini, tentu saja siapa yang tidak mengetahui tentang film jadul tersebut, film komedi romansa yang menjadi hit bahkan hingga sekarang, film yang diperankah oleh Cha Taehyun dan Jun Ji Hyun ini juga membuat berbagai negara mendaur ulang versinya sendiri, seperti di Tiongkok, Jepang dan Amerika. 
Setelahnya sutradara Bong Joon Ho yang berhasil membuat film Parasite juga mulai mengembangkan karirnya sejak kesuksesan film “Snowpiercer” (2013) yang menceritakan tentang perjalanan gerbong paling akhir yang tengah melalui akhir dari dunia yang dipenuhi dengan musim dingin berkepanjangan. Film tersebut merupakan film kolaborasi Korea Selatan dengan Amerika, kita dapat melihatnya dari pemeran utama film ini yang diperankan oleh aktor kenamaan Hollywood yaitu Chris Evans.

Tidak hanya sampai di situ kesuksesan film Korea juga berhasil naik di puncak yang lebih tinggi setelah rilisnya film “Train to Busan” (2016) film aksi bertemakan zombie ini bisa dibilang tema yang hampir tidak pernah dibuat di Korea Selatan, namun ternyata acting yang mumpuni dan jalan cerita yang sentimental membuat “Train to Busan” meraih kesuksesan di seluruh dunia, bahkan film tersebut akan dibuatkan sekuel kelanjutan ceritanya.

Berbicara tentang sejarah perfilman Korea Selatan rasanya tak lengkap jika kita juga tidak membahas cerita menarik di balik industri tersebut, pembukaan gelombang hallyu nyatanya dibuka dengan adanya penyensoran film yang berlebihan, namun kualitas dari film-film Korea rasanya berhasil menghentikan hal tersebut.

Kalau Indonesia punya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tentu saja Korea Selatan juga punya yang namanya Korean Communication Standard Commision atau biasa disingkat KCSC. KCSC sendiri didirikan pada Februari 2008. Bedanya apa sih dengan KPI di Indonesia, kita simak yuk bagaimana lembaga ini mengatur sistem penyiaran di Korea Selatan.

1. Jam Malam Artis 
Ternyata menjadi artis di Korea Selatan tidak bisa bebas tampil kapan saja, banyak artis yang berhasil melakukan debutnya di usia yang sangat muda. Eksploitasi anak-anak yang mendasari hadirnya peraturan batasan jam malam untuk artis di bawah umur. Anak-anak di bawah umur dibatasi bekerja selama kurang dari 35 jam dalam sepekan. Sepertinya hal tersebut dapat dicontoh oleh Indonesia.

2. Hati-Hati Kena Sensor
Tak jauh beda dengan Indonesia lembaga ini juga memiliki aturan sensor yang cukup ketat. Walaupun propaganda mengenai penyensoran sudah dibebaskan, nyatanya aturan sensor di televisi Korea Selatan masih cukup besar. Ada beberapa hal yang wajib disensor di Korea Selatan yaitu senjata, rokok, merk dagang dan tato. Unsur sensor di Korea Selatan ternyata memiliki aturan yang lebih luas ya, tidak hanya melulu sensorsip mengenai unsur berbau pornografi.

3. Artis Harus Bersih
Korea Selatan memiliki aturan yang cukup keras bagi artis-artis yang pernah mengalami catatan kriminal, kebanyakan dari mereka tidak diizinkan untuk tampil kembali di televisi, atau melakukan aktifitasnya sebagai public figure. Hal tersebut ternyata memiliki tujuan untuk membuat televisi menjadi sesuatu yang ramah keluarga.

Terlepas dari artis juga merupakan manusia yang dapat berbuat kesalahan, peraturan tersebut dapat dijadikan contoh bagi Indonesia, karena tentu saja pengendalian konten yang ditampilkan media akan menjadi lebih mudah. Seperti yang banyak kita ketahui, peran media menjadi sangat penting bagi anak-anak di era milenial ini, kebanyakan anak-anak sekarang akan mencontoh apa yang mereka lihat di media.

4. Kewajiban Berbicara Formal
Selebriti di Korea Selatan ternyata wajib menggunakan bahasa yang formal dan sopan di setiap acara, terlepas dari selebriti tersebut dekat atau tidak dengan lawan bicara, atau konten apapun yang ditampilkan pada acara televisi tersebut.
Indonesia sendiri lebih fleksibel dalam berbahasa, karena bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah yang sesuai digunakan dengan tempat dan situasi. Aneh juga rasanya jika acara komedi mewajibkan pemerannya untuk berbahasa formal. Namun, aturan penggunaan bahasa rasanya memang cukup ketat di Korea Selatan, karena ada beberapa pakem yang berbeda ketika kita berbicara formal/ non formal, bahkan lawan bicara yang didasari oleh usia juga dapat mempengaruhi cara berkomunikasi di sana.
Walaupun, sopan itu tetap kewajiban ya.

5. Pengendalian Rating
KCSC juga berperan untuk memberikan sebuah rating pada program yang ditayangkan, Korea sendiri memberikan rating seperti All (모든 연령 시청가) untuk semua usia, lalu 7, 12, 15 dan 19. Berbeda dengan Indonesia yang memberikan rating dengan tanda BO atau Bimbingan Orangtua A untuk Anak-Anak, R untuk Remaja dan D untuk Dewasa.

Menurut kalian yang mana yang lebih efisien digunakan di Indonesia?
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh KCSC rasanya ikut berperan penting pada keberhasilan dan kesuksesan besar yang diraih oleh industri perfilman Korea Selatan. Bagaimana menurut kalian dengan semangat sineas perfilman di Korea Selatan?

Minggu, 21 Juli 2024

Aspek Pendidik Karakter dalam Novel TOTTO-CHAN karya Tetsuko Kuroyanagi

Sumber: Gramedia

Sastra merupakan hasil pemikiran imajinatif seorang pengarang di mana pembuatannya telah melalui proses kreatif, ide imajinasi pengarang tak sepenuhnya muncul semata-mata dari pengarangnya saja, hasil dari pemikiran tersebut banyak didasari oleh lingkungan sosial pengarang mulai dari kehidupan sosial pribadi pengarang, sampai kehidupan sosial bermasyarakatnya. Karena hal ini karya sastra tak lepas dari ajaran-ajaran nilai moral yang pengarang tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Penggambaran dari kehidupan nyata ini membuat banyaknya nilai moral yang dapat pembaca alami dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerta, susila.

Penulis biasanya menyampaikan nilai moral tersebut berdasarkan keinginan kehidupan sosial agar dapat berjalan semestinya, seperti penggambaran kehidupan ideal yang diidamkan oleh pengarang. Segala nilai moral ini dapat disebut juga dengan amanat, dan dapat juga menjadi gagasan inti dari cerita yang dibuat oleh pengarang. 

Salah satunya nilai moral tersebut adalah nilai-nilai pendidikat karakter, pada penelitian ini saya akan membahas nilai pendidikan karakter yang terdapat pada novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi.

Analisis Rumusan Masalah

Totto-chan merupakan novel karya Tetsuko Kuroyanagi yang menceritakan tentang gadis cilik bernama Tetsuko, ia merupakan anak perempuan yang memiliki daya imajinasi yang lebih besar dibandingkan anak biasanya, karena hal tersebut Tetsuko atau yang biasa dipanggil Totto-chan tidak dapat mnyesuaikan dirinya di sekolah biasa, guru dan murid di sekolah tidak menerimanya.

Hingga akhirnya Totto-chan pindah ke Tomoe Gakuen dan bertemu dengan kepala sekolah Sosaku Kobayashi, ia diajarkan sikap-sikap nilai pendidikan moral yang dapat kita praktekkan di kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini menjadi lebih unik karena Tomoe Gakuen merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan, namun kepala sekolah Sosaku Kobayashi menerapkan kurikulum pendidikan moral yang berhasil diterapkan kepada siswa-siswanya.

Salah satu nilai moral tersebut ialah kedisiplinan, 
“Dengar baik-baik,” kata kepala sekolah ketika semua sudah berkumpul. “Kita akan naik kereta, lalu naik kapal. Aku tak ingin sampai ada yang tersesat. Mengerti? Baik, kita berangkat sekarang. (Totto-chan : 95)
Tanpa kita sadari pada kutipan tersebut kepala sekolah berusaha untuk mengajarkan sikap disiplin, alih-alih ia menyuruh anak-anak diam, kepala sekolah lebih memilih untuk menyampaikan akibat jika mereka tidak disiplin. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih, tentu saja jika mereka disuruh diam akan timbul pertanyaan mengapa kami harus diam, dan sebagainya hingga akhirnya kebalikannya lah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.

Paragraf selanjutnya pun mengajarkan tentang sikap peduli sosial dan bersahabat,
Entah bagaimana, kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu.
Pada penghujung kalimat sudah sangat jelas tentang aspek moral pada novel ini, kalimat larangan untuk tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu sudah mencakup ke delapan belas aspek pendidikan karakter (Hasan dkk, 2011).

Lalu ada juga metode pembelajaran yang diterapkan oleh kepala sekolah yaitu metode pembelajaran euritmik (Totto-chan : 101). Dijelaskan pada novel tersebut euritmik merupakan olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh, olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh, olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama.

Kurang lebihnya euritmik ini dapat menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan otak kiri pelakunya, dari aspek nilai moral juga dapat melatih kedisiplinan dan kreatifitas diri kita.

Menurut kepala sekolah Kobayashi seseorang yang memiliki kepribadian ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya. 
Peduli terhadap lingkungan pun dijabarkan pada poin ini. Selain itu ruangan kelas yang digunaka di Tomoe berbeda dengan ruangan kelas biasanya, mereka menggunakan gerbong kereta bekas sebagai ruangan kelas. Kepala sekolah membiarkan seluruh siswanya bebas untuk bermain dan mengasah kemampuan mereka masing-masing, seperti tengah menaiki sebuah kereta mereka bebas untuk berpetualang kemana saja. Kepala sekolah dan guru-guru di Tomoe juga kerap kali mengajap siswa-siswanya berkeliling keluar sekolah, hal ini tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan.

Selain itu sikap toleransi dan menghargai prestasi juga terdapat pada salah satu bagian cerit novel Totto-chan, 
Hari olahraga di Tomoe diadakan setiap tahun… Seperti semua hal lain yang dilakukan secara berbeda di Tomoe, begitu pula Hari Olahraga mereka yang unik.
Misalnya, Lomba Ikan Karper. Kain-kain lebar dibentuk seperti tabung dan dicat seperti ikan karper-seperti yang biasa dipajang di tiang-tiang di bulan Mei di Hari Perayaan Anak Laki-Laki. Kain-kain itu kemudian diletakkan di tengah halaman sekolah. Setelah aba-aba diberikan, anak-anak harus berlari kea rah ikan karper, merayap masuk ke dalam lubang kain itu, dari mulut sampai ke ekornya, keluar, lalu berlari kembali ke garis start.

Di Tomoe terdapat seorang siswa bernama Takahashi, ia memiliki kekurangan berupa fisiknya yang tidak dapat tumbuh lagi. Pada novel tersebut dijelaskan alasan mengapa jenis perlombaan tersebut berbeda, alasannya yaitu karena Takahashi yang memiliki tubuh kecil. Kepala sekolah berpikir dengan jenis-jenis lomba tersebut Takahashi akan dengan mudah memenangkan setiap jenis lomba, dan membuatnya memiliki rasa syukur akan kondisinya, walaupun ia memiliki kekurangan fisik, namun Takahashi dapat memiliki kepercayaan diri berkat jenis-jenis lomba yang disusun oleh kepala sekolah.

Sikap toleransi dan saling menghargaipun kembali kita temukan pada novel tersebut, seperti pada kutipan paragraf berikut,
Totto-chan heran. Belum pernah ia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan. Setahunya, anak laki-lakilah yang terpenting. (Totto –chan : 159)
Paragraf ini muncul akibat pertengkaran yang terjadi antara Totto-chan dan temannya yang bernama Oe, saat itu Totto-chan memiliki gaya rambut baru dengan rambut yang dikepang. Oe yang melihatnya malah menarik-narik rambut Totto-chan dan mempermainkannya.

Kepala sekolah menerapkan sikap untuk bersikap baik dan saling menghargai walaupun dia adalah perempuan, tentu saja pada sejarah Jepang zaman dahulu derajat wanita berada dibawah pria. Sampai pada anak-anak pun menerapkan hal tersebut, namun kepala sekolah berpikir lain dan membuat setiap orang memiliki perlakuan yang sama, sehingga kita dapat menghargai satu sama lain.



Ketimpangan Sosial Masyarakat Amerika Serikat dalam Cerpen Mereka yang Pergi Meninggalkan Omelas

Sumber: mv BTS Spring Day 

Sastra merupakan hasil pemikiran imajinatif seorang pengarang di mana pembuatannya telah melalui proses kreatif, ide imajinasi pengarang tak sepenuhnya muncul semata-mata dari pengarangnya saja, hasil dari pemikiran tersebut banyak didasari oleh lingkungan sosial pengarang mulai dari kehidupan sosial pribadi pengarang, sampai kehidupan sosial bermasyarakatnya. Karena hal ini karya sastra tak lepas dari ajaran-ajaran nilai moral yang pengarang tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Kenyataan yang ditulis pengarang merupakan kenyataan yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Pemakaian realita masa lampau atau sejarah. Tempat kejadian, tokoh, peristiwa dalam sejarah dipakai sastrawan untuk menulis karyanya.

Kadang pada sebuah karya sastra, penulis bermaksud untuk mengangkat fakta dari peristiwa sejarah yang terjadi secara factual, sehingga akan dekat dengan gambaran sosiologis persitiwa tersebut. Mengingat kembali bahwa karya sastra merupakan tiruan (mimesis) atas persitwia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat kita sebut bahwa karya sastra merupakann dokumen yang mencatat realitas masa lalu yang didasarkan pada subjektifitas pengarang.
Salah satu peristiwa yang banyak menjadi kisah sejarah masa lalu disuatu tempat ialah masalah ketimpangan sosial.

Ketimpangan sosial yang terjadi di suatu daerah biasanya didasari oleh bermasalahnya keadaan sosial dan politik di daerah tersebut, lalu timbullah peristiwa-peristiwa penting yang menjadi sejarah, hal inilah yang membuat seorang sastrawan menuangkan sebuah realita sejarah pada hasil karya sastranya. 

Banyak hal unik yang dapat dikaji dari peristiwa ketimpangan sosial ini melalu karya sastra, karena kadang sebuah realita akan terhapus jika tak tertulis dan diabadikan. Dengan adanya karya sastra ini sejarah dan hal-hal yang berhubungan dengan ketimpangan sosial akan terekam dan dapat dianalisa dengan lebih mudah.

Pendekatan Analisis

Sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosiostruktural terhadap sastra. 

Sosiologi sastra dalam
pengertian ini mencakup pelbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoretis tertentu. Pendekatan yang dilakukan oleh kritikus Rusia pengikut Lenin lain dengan yang diterapkan oleh sekelompok penulis Perancis yang meyakini gagasan tentang literature engagee; berbeda pula pendekatan yang dipraktikkan oleh pemerintah komunis Cina di tahun 50-an atau yang dikerjakan oleh beberapa ahli sosiologi Amerika Serikat. Namun, semua pendekatan tersebut menunjukkan satu kesamaan: perhatian terhadap sastra sebagai lembaga sosial, yang diciptakan oleh sastrawan-anggota masyarakat (Damono, 1984:2).

Wellek dan Warren (1993:110-111) menjelaskan bahwa premis utama yang ingin dikembangkan dalam sosiologi sastra adalah frase De Bonald yang menyatakan bahwa literature is an expression of society (sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat).

Berangkat dari premis ini hubungan sastra dan masyarakat dalam perspektif sosiologi sastra secara deskriptif dapat diklasifikasikan menjadi tiga: sosiologi pengarang; isi karya sastra; permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Sosiologi pengarang membicarakan profesi pengarang dan institusi sastra.
Ketimpangan sosial sendiri diartikan sebagai adanya ketidak seimbangan atau jarak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi, ataupun budaya. Ketimpangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghamabt, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia.
Terdapat dua faktor yang dapat membuat ketimpangan sosial tersebut terjadi yaitu:

Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Rendahnya kualitas sumber daya manusia disebabkan oleh tingkat pendidikan/keterampilan ataupun kesehatan yang rendah, serta adanya hambatan budaya.

Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau adanya peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Dengan kata lain ketimpangan sosial tersebut diakibatkan oleh hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan struktural. 


Nilai Moral Dalam Cerpen Seperti Ular Raksasa, Tapi dari Besi karya A.S LAKSANA

Sumber: Ruang Sastra

pengarang. 
Cerpen Seperti ular raksasa, tetapi dari besi ini ditulis oleh A.S Laksana² pada tahun 2016, cerpen ini secara jelas menggambarkan hubungan antar individu dengan individu yang bertemu karena sebuah kondisi yang sama. Hal ini memungkinkan adanya interaksi mendalam secara batin dan pemikiran tokoh karakter cerpen tersebut.

Uraian di atas membuat saya mengerucutkan pemikiran untuk memilih mengkaji nilai moral dengan pendekatan sosiologis karena banyaknya nilai moral yang dapat diambil oleh pembaca. Maka dari itu tujuan utama dari penelitian ini ialah (1) Mendeskripsikan aspek moral yang terdapat dalam cerpen Seperti ular raksasa, tetapi dari besi.

Cerpen Seperti ular raksasa, tetapi dari besi ini menceritakan tentang dua orang gadis yang menjadi pasien di sebuah rumah sakit. Gadis pertama telah koma selama tiga minggu, dan gadis kedua memiliki kerusakan fungsi paru-paru sehingga membuat dirinya harus duduk untuk mengeluarkan cairan yang memenuhi paru-parunya. 

Gadis kedua ini memiliki tempat tidur tepat di samping jendela, ia banyak menceritakan berbagai hal indah di luar jendela kepada gadis yang tengah koma tersebut. Salah satu ceritanya tentang gadis kedua yang sangat suka dengan kereta, suatu hari gadis yang telah koma tersebut sadar. Ia sadar dengan perasaan yang gembira, karena selama masa komanya dia merasa bermimpi telah pergi ke tempat-tempat indah di dunia.
 Beberapa kali ia sering mendengar suara seorang gadis dengan samar-samar menceritakan tentang hal-hal indah tersebut. Setelah gadis pertama berangsur membaik, ia kerap kali bertanya tentang gadis di samping jendela untuk mengucapkan terimakasih padanya. Akhir cerita diketahui bahwa gadis di samping jendela tersebut telah meninggal dunia.
Aspek moral dalam cerpen Seperti ular raksasa, tetapi dari besi

Aspek Individu

“Saya tidak menyangka bahwa saya sedang sakit dan dirawat di sini, Suster. Saya merasa berada di pantai, menikmati matahari sore dan warna jingganya yang menyenangkan, menikmati angin, debur ombak, dan hamparan pasir. Pada hari lainnya saya berada di gunung, berjalan tanpa alas kaki, merasakan rumput yang basah oleh embun pagi. Rasanya dingin sekali dari telapak kaki sampai ke tulang-tulang. Tetapi itu hawa dingin yang menyenangkan. Saya menyukai pemandangan di sana, penuh tanaman perdu dan bunga-bunga.”

Kutipan cerpen tersebut menceritakan tentang gadis yang bermimpi indah selama ia mengalami koma, salah satunya cerita mimpinya tentang seorang nenek yang hidup sulit dan memiliki firasat bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, sebelum ia meninggal ia memilih untuk menikmati matahari sore dengan santai dan bahagia.

“Jika bisa hidup selamanya, aku ingin menggunakan seluruh waktuku untuk menikmati semua keindahan di luar sana.”
Begitu kalimat yang diucapkan oleh gadis koma setelah bermimpi dan mendengar berbagai cerita indah yang ia dengar, dalam kutipan singkat ini kita bisa menyimpulkan nilai moral tentang rasa syukur. Manusia yang harus bersyukur dengan segala kondisi yang ia alami, maupun itu sulit ataupun tidak. Nenek memberikan nilai moral rasa syukur ini secara besar, walaupun ia mengetahui hidupnya tidak lama lagi dan sepanjang hidupnya ia hidup miskin tapi ia memilih bersyukur dan meninggal dengan perasaan yang bahagia dengan melihat matahari sore tersebut, akan menjadi berbeda jika nenek tersebut memilih meratapi hidupnya dan kematian yang telah ia ketahui akan datang sebentar lagi, hingga akhirnya kita akan lebih memilih bersyukur dan meninggal dengan bahagia seberapa susahpun hidup yang tengah kita jalani.

Tokoh nenek dalam mimpi juga dapat dikatakan sebagai gambaran dari gadis di samping jendela.
“Ia sudah meninggal, Sayang,” katanya, “satu hari sebelum kau membuka mata.”
Dari arah utara, sayup-sayup terdengar bunyi peluit kereta api.
“Aku tahu ia menyukai suara kereta api. Ia pernah menceritakan hal itu dan ia bilang belum pernah melihatnya sama sekali.”
“Ya,” kata si perawat, “dan sebenarnya ia belum pernah melihat apa pun seumur hidup. Ia buta sejak lahir.”

Dari percakapan suster dengan gadis koma kita dapat menyimpulkan bahwa gadis di samping jendela tersebut memilih bersyukur dan hidup bahagia sama seperti tokoh nenek dalam mimpi. Ia memilih untuk menceritakan banyak hal indah walaupun kenyataannya ia tidak pernah melihat hal tersebut, ia memilih untuk menikmati segala pemandangan tersebut walaupun ia tidak melihatnya.

Bahkan harapan gadis di samping jendela tersebut membuat gadis yang telah koma berminggu-minggu ikut mendapatkan harapan baru, ia memberika energi positif padanya dan membuat dirinya lebih bersyukur akan setiap hal, bahkan hanya hal kecil yang kian lupa kita syukuri seperti dapat bernafas dengan bebas.

Walau apa yang diceritakan gadis di samping jendela tersebut merupaka kepalsuan, ia memilih untuk menjadi kuat untuk dirinya sendiri dan memberikan harapan bagi orang lain. Bahkan dalam kondisi tersulitnya sekalipun ia berusaha untuk bermanfaat bagi orang lain. Ia berhasil menjadi dirinya dia sendiri dan membuat kepura-puraan tersebut menjadi cinta yang sempurna.

Aspek Sosial

Interaksi sosial kedua tokoh tersebut merupakan hubungan orang dengan perorangan, gadis di samping jendela berhasil memberikan pengaruh, mengubah, dan memperbaiki apa yang di alami oleh gadis koma.

“Ada yang hendak kusampaikan kepadamu, entah kau bisa mendengar suaraku atau tidak,” katanya. “Kita beruntung dirawat di tempat ini. Segala hal di sini terawat baik, sehingga kita bisa merasa tenteram di tangan mereka. Yang lebih penting lagi, dari jendela kamar ini kita bisa menikmati matahari sore yang menakjubkan. Ia berwarna jingga, dan aku menyukai kehangatan yang dipancarkannya. Dan, kau tahu, setiap kali cahaya hangat matahari menyentuh kulitku, aku seperti mendengar semua sel tubuhku bernyanyi bahagia.”

Gadis di samping jendela sadar komunikasinya ini merupakan jenis komunikasi satu arah namun dia lebih sadar bahwa jauh dari itu gadis yang tengah koma akan merasakan kehadirannya dan tanpa sadar mendengar segala ucapan yang diceritakan oleh gadis di samping jendela.

Gadis di samping jendela berhasil memberikan sugesti positif pada gadis yang tengah koma. Sugesti positif tersebut menjadi penyembuh bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri, kembali lagi pada rasa syukur di atas. Gadis di samping jendela mendapatkan pikiran dan hati yang tenang walaupun hidupnya sulit, dan dengan sugesti positifnya ia berhasil memberikan manfaat bagi orang lain.
Selain aspek sosial tentang rasa syukur tersebut ada juga nilai moral untuk tak lupa berterima kasih kepada orang lain.
“ia harus berterima kasih kepada gadis yang pernah dirawat sekamar dengannya. Teman sekamarnya itu telah menceritakan segala pemandangan indah di luar sana, dan semuanya karangan belaka, sebab sebenarnya ia sendiri hanya melihat tembok di depan matanya.”

Gadis koma sadar akan kebaikan yang diperbuat oleh gadis di samping jendela terhadapnya, ia membalas kebaikan gadis di samping jendela dengan ucapan terimaka kasih. 

Aspek Religius

“Banyak keindahan yang bisa dinikmati dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa selama ini ia tidak pernah memperhatikan semua itu?”
Kadang perasaan seperti ini akan muncul ketika kita tengah dilanda perasaan sedih atau kondisi yang sulit, ketika seseorang yang biasa hidup mewah lalu tiba-tiba ditempatkan pada situasi hidup miskin. Ia akan merasa hidupnya sangat berharga dan memilih hidup secara lebih baik di masa yang akan datang.

Gadis yang tengah koma bersyukur tentang nikmatnya akan mimpi-mimpi yang ia alami, ia diajarkan untuk mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Selama ia bermimpi ia tersu bersyukur hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan harapan untuk kembali sadar dan dapat bersyukur lebih banyak lagi.

Nilai moral lainnya adalah tentang perenungan nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh tuhan kepada dua gadis tersebut, gadis koma yang banyak merenung tetang seberapa berharganya dunia yang ia jalani selama ini, dan juga perenungan yang dilakukan gadis di samping jendela dengan memilih untuk menghadapi kekurangannya dan memilih untuk hidup bahagia.

Gadis di samping jendela menjadi sosok yang selalu merasa cukup walaupun ia berada pada kondisi yang memiliki banyak kekurangan sekalipun, ia memilih berada di jalan positif dan akhirnya dapat bersyukur.

Menyelami Nilai Moral Kisah Melayu Jenaka si Luncai


MENYELAMI NILAI MORAL KISAH MELAYU JENAKA SI LUNCAI

Sastra klasik merupakan awal mula dari terbentuknya sastra modern sekarang ini. Karya sastra ini berkembang sebelum munculnya unsur-unsur modern yang berkisar sebelum tahun 1920. Sastra klasik sendiri tersebut belum melalui tulisan seperti sekarang, pada mulanya sastra klasik tersebut melalui kisah dari mulut ke mulut dan ceritanyapun bersifat anonim. 

Cerita sastra klasik asli dapat disebut dengan cerita rakyat, karena cerita tersebut biasanya berkembang pada rumpun kelompok tertentu dan menceritakan sebuah asal mula tempat dan kejadian.

Cerita sastra klasik merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat lama. Ada tiga nilai pentingnya yang biasanya terdapat pada sastra melayu klasik yaitu, nilai religius, nilai sosial, dan nilai moral dan etika. Penelitian ini menganalisa lebih dalam nilai moral dari kisah si Luncai, penelitian ini menitik beratkan pada segala hal yang berkaitan dengan norma baik dan norma buruk yang berlaku dalam masyarakat.

Si Luncai merupakai kisah sastra klasik zaman asli, kisah ini merupakan cerita jenaka dari tanah Melayu. Kisah yang menceritakan tentang seseorang yang bernama si Luncai dengan segala kecerdikannya mensiasati Baginda raja. Cerita rakyat si Luncai ini tetap memiliki nilai moral yang dapat kita renungi lebih dalam. Terdapat banyak nilai baik dan buruk yang dapat kita ambil dari cerita tersebut.

Kecerdikan dari tokoh si Luncai inilah yang akan dijadikan pembahasan utama dalam membedah nilai-nilai baik dan buruk pada cerita tersebut. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat menyimpulkan aka nada tiga spek moral yang akan diteliti yaitu individu, sosial, dan religius.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan analisis data dari nilai moral kisah si Luncai adalah sebagai berikut. 

Pada suatu hari hiduplah seorang yatim piatu bernama Si Luncai, ia dipanggil Si Luncai karena memiliki perut besar dan punggung yang bengkok ketika berjalan. Ia bekerja sebagai penjemur dan penumbuk padi serta menjual kayu bakar.
Ia sangat ingin bertemu dengan baginda namun ragu karena merasa dirinya buruk rupa, namun setelah suatu hari ia berdandan dan mengenakan pakaian yang rapih ia memberanikan diri untuk bertemu baginda. Saat ittu baginda baru saja bercukur dan kepalanya botak, ketika Si Luncai melihat baginda ia menangis karena teringat ayahnya yang sudah meninggal memiliki kepala yang sama persis dengan baginda sekarang. Baginda yang melihat si Luncai menangis, murka dan menyuruh algojo untuk menangkap dan membunuh si Luncai.

Si Luncai dibawa ke sungai, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam karung goni untuk ditenggelamkan. Lalu atas kuasa Allah lewatlah seorang saudagar kaya, si Luncai berkata bahwa ia dikurung karena tidak ingin menikah dengan putri baginda, saudagar yang ingin menikahi putri baginda, maka digantikanlah posisi si Luncai dengan suadagar tersebut, dan ditenggelmakanlah saudagar ke dalam sungai.

Selang beberapa lama, si Luncai kembali menghadap pada Baginda dengan pakaian serba putih dan sorban, ia mengaku sebagai malaikat dan telah datang dari akhirat. Si Luncai menyuruh Baginda untuk membuat sebuah menara tinggi agar dapat melihat ayahanda dan ibunda di akhirat, jika Baginda tidak melihatnya ia dianggap anak haram. Maka dibuatlah menara tinggi, Baginda dan semua menterinya mengaku melihat ayahanda dan ibunda agar tidak disebut anak haram.
Lalu si Luncai berjanji untuk mempertemukan Baginda dan ayahanda, dibawalah Baginda ke sebuah gua yang sangat dalam. Baginda terjatuh dan masuk ke dalam mulut naga dan dimakan.

Si Luncai kembali ke desa dan dinikahkan dengan Putri baginda yaitu Putri Lela Kenda, si Luncai pun dijadikan raja. Lalu si Luncai dan Putri Lela Kenda akan melakukan kawin, namun Putri Lela menangis dan menolak si Luncai karena teringat ayahnya. Sampai akhirnya si Luncai tertidur, Putri Lela memutuskan untuk membunuh si Luncai dengan keris ayahnya, ditancakpanlah keris tersebut pada kerongkongan si Luncai dan akhirnya si Luncai mati.

Akhir cerita diceritakan segala tipu daya si Luncai kepada bundanya dan perdana menteri, hingga akhirnya Putri Lela Kenda naik takhta menggantikan ayahnya dan memerintah negeri.

Jalan cerita kisah si Luncai ini memiliki beberapa nilai moral yang dapat kita jabarkan sebagai berikut.
“Saat ittu baginda baru saja bercukur dan kepalanya botak, ketika Si Luncai melihat baginda ia menangis karena teringat ayahnya yang sudah meninggal memiliki kepala yang sama persis dengan baginda sekarang. Baginda yang melihat si Luncai menangis, murka dan menyuruh algojo untuk menangkap dan membunuh si Luncai.”
Penggalan pertama cerita ini kita dapat mengambil dua nilai moral yang berlawan, yaitu nilai baik dari tokoh si Luncai dan nilai buruk dari tokoh Baginda.

Pada cerita dinyatakan tentang si Luncai yang sedih akan teringat dengan ayahnya, namun dianggap mengejek oleh Baginda dan langsung menyuruh algojo untuk menghukum si Luncai. Si Luncai merupakan individu yang lugu pada penggalan cerita tersebut, ia dengan mudahnya menangis karena teringat sosok ayahnya yang telah meninggal. Lalu tokoh Baginda yang dengan tergesa-gesa menurunkan perintahnya ini memiliki sifat palak atau tidak sabaran, terlihat dari tokoh Baginda yang tidak bertanya terlebih dahulu alasan perihal tokoh si Luncai menangis dan malah mengiranya telah mengejeknya, sifat buruk prasangka juga dapat kita lihat dari keputusan yang diambil oleh tokoh Baginda.

Nilai Sosial & Individu
Nilai moral selanjutnya dapat kita ambil dari beberapa kecerdikan yang dilakukan oleh si Luncai pada cerita, nilai moral ini terdapat pada individu yang datang dari tokoh si Luncai dan berdampak pada kehidupan sosial di sekitarnya.

Berikut beberapa adegan kecerdikan yang dilakukan oleh tokoh si Luncai
si Luncai berkata bahwa ia dikurung karena tidak ingin menikah dengan putri baginda, saudagar yang ingin menikahi putri baginda, maka digantikanlah posisi si Luncai dengan suadagar tersebut, dan ditenggelmakanlah saudagar ke dalam sungai.

Si Luncai menyuruh Baginda untuk membuat sebuah menara tinggi agar dapat melihat ayahanda dan ibunda di akhirat, jika Baginda tidak melihatnya ia dianggap anak haram. Maka dibuatlah menara tinggi, Baginda dan semua menterinya mengaku melihat ayahanda dan ibunda agar tidak disebut anak haram.
si Luncai berjanji untuk mempertemukan Baginda dan ayahanda, dibawalah Baginda ke sebuah gua yang sangat dalam. Baginda terjatuh dan masuk ke dalam mulut naga dan dimakan.

Tipu muslihat yang dilakukan oleh si Luncai ini merupakan contoh nilai norma yang buruk dan tidak patut untuk dicontoh. Karena ia menipu orang lain demi kepentingannya sendiri, walaupun pada mulanya tipu muslihat itu ia lakukan untuk menyelamatkan dirinya, namun tetap saja menipu orang lain bukanlah perilaku yang baik untuk dicontoh.

Selain itu si Luncai juga secara tidak langsung telah membunuh dua orang karena perkataannya, niatnya menjadi balas dendam terhadap baginda. Tentu saja balas dendam pun tidak dibolehkan dalam berhubungan sosial.

Namun, terlepas dari itu adegan-adegan tipu muslihat yang disajikan oleh tokoh si Luncai ini berhasil memberikan bumbu-bumbu cerita jenaka yang menjadi poin utama dari cerita. 

Kelanjutan dari kisah si Luncai pun tak berakhir begitu saja, karena tipu muslihat si Luncai yang menjadi-jadi hal ini menghilangkan kepercayaan dari tokoh Putri Lela anak dari Baginda dan juga kepercayaan dari menteri dan rakyatnya.
Hingga akhirnya si Luncai mati dibunuh, pada akhir cerita juga kita bisa melihat bahwa perbuatan buruk yang kita perbuat dapat menularkan perbuatan buruk lainnya pada orang lain.

Telaah Budaya pada Film Bangun Lagi Dong Lupus dan Novel Lupus karya Hilman


Sumber: Wikipedia 
Analisis Sosial Budaya pada Karya Sastra
Film Bangun Lagi Dong Lupus 

Penelitian sosial adalah penelitian yang mengkaji dan mengungkap fenomena-fenomena sosial atau yang menyangkut segi kemanusiaan, seperti pada dunia kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, seni budaya, dan sebagainya, termasuk ketimpangan-ketimpangan yang ada pada masyarakat, seperti pengangguran, kebodohan, kriminalitas, kenakalan remaja, masalah penggunaan narkoba, prostitusi hingga radikalisme dan terorisme.


Film Bangun Lagi dong Lupus bercerita tentang sosok Lupus yang sangat berbakti kepada ibunya dan menyayangi adiknya Lulu. Ia diceritakan sebagai sosok yang cerdas, jahil, taat peraturan dan sangat bertanggung jawab karena dia menjadi pengganti sosok ayah di keluarganya.

Diceritakan Lupus adalah seorang murid baru di SMA merah putih, di hari pertamanya ia bertemu dengan Poppy yang memiliki pacar dengan hubungan yang rumit bersama Daniel. Ceritanya berlanjut setelah Poppy putus dari Daniel, dan Lupus berusaha memenangkan hati Poppy, selain itu juga cerita dibumbui dengan Lupus dan teman-temannya Gusur, Boim dan Anto yang mengikuti lomba go green dan berhasil memenangkan juara satu, di akhir cerita Lupus berhasil membanggakan keluarganya karena memenangkan kompetisi go green, ia juga berhasil memenangkan hati Poppy.

Latar Waktu

Pada film Bangun Lagi Dong Lupus menggambarkan latar waktu pada tahun 2013 sedangkan novel Lupus latar waktu di mulai tahun 80-an. Pada film kita bisa melihat beberapa adegan pada novel Lupus yang berusaha diangkat pada film, seperti kebiasaan Lupus memakan permen karet, dan penggunaan barang-barang jadul.

Selain itu juga percakapan dan interaksi yang terjadi pada film juga terkesan kaku untuk didengar di tahun 2013, gaya bicara dan cara berinteraksinya mereka coba angkat dari novel itu sendiri. Karakter Lupus pada film terlihat sangat dipaksakan membuat karakternya menjadi remaja yang sangat teladan, patuh dan tidak neko-neko. Berbeda dengan kesan Lupus pada novel yang masih memiliki sifat jahil dan mirip dengan remaja-remaja pada masanya.

Pada novel kita dapat melihat karakter Lupus yang sangat menggambarkan karakter remaja di perkotaan pada era tahun 80-an yang funky, sangat peduli pada penampilan, jahil, namun tetap menampilkan sosok cerdas dan taat. Gaya rambut Lupus pada novel yang memiliki ciri khas jambul dan potongan rambut mullet juga tidak dapat ditampilkan pada film yang tentu saja akan semakin membuat film terkesan aneh karen tidak akan sesuai dengan remaja perkotaan pada tahun 2013.

Salah satu guru olahraga pada film Bangun Lagi Dong Lupus juga sedikit membicarakan tentang hal-hal yang tengah tren pada saat film itu dirilis contohnya seperti fenomena gangnam style, dan suffle dance. Namun, jelas yang berusaha disampaikan oleh produser bukan tren remaja pada masa itu, melainkan dari karakter Lupus yang sangat teladan dan tidak mengikuti tren.
Karakter Lupus yang seharusnya menjadi remaja perkotaan yang suka mengikuti tren juga dihapus pada karakter Lupus di film. Kembali lagi, produser berusaha keras untuk membuat Lupus menjadi sosok siswa teladan dan tidak neko-neko dan berakhir menjadi penggambaran zaman yang tidak sesuai pada tempatnya.

Tema

Tema yang diambil pada novel dan film tersebut sama yaitu kehidupan remaja di perkotaan, yang penuh dengan masalah percintaan, keluarga dan pendidikannya. Namun secara garis besar kita tidak dapat menemukan ciri pasti perbedaan zaman yang berusaha ditampilkan.
Pada film Bangun Lagi Dong Lupus, kita tidak dapat benar-benar melihat bagaimana kehidupan remaja di tahun 2013, mungkin jika dilihat hanya tempat dan suasana yang membuat latar seperti pada tahun 2013.

Selain itu kita juga disajikan  banyak adegan komedi romantis pada film, sama seperti pada novel. Hanya saja kembali lagi tema itu tidak dibangun dengan baik pada film, seperti karakter Gusur dan Boim yang sepanjang film hanya dijadikan bahan bualan, dan karakter mereka tidak sesuai porsinya seperti pada novel.
Realitas karakter pada film Bangun Lagi Dong Lupus inilah yang membuat tema tersebut tidak berhasil diangkat.

Benang Merah

Kedua karya tersebut memiliki banyak perbedaan, namun tentu saja ada alasan yang diangkat kedalam sebuah karya sastra kenapa perbedaan tersebut dapat terjadi, padahal mereka memiliki unsur dan jalur cerita yang sama.
Walaupun memiliki latar yang sama yaitu di kota Jakarta, namun kondisi sosial masyarakat pada masa itu sudah jauh berbeda. Pada masa tahun 80-an banyak remaja yang mengalihkan kehidupannya yang kacau dengan pergi ke diskotik, dan hura-hura secara terang-terangan dan dijadikan tren. Namun tidak dengan sekarang, pada masa ini timbul perasaan malu jika hal itu dilakukan secara terang-terangan, dan tren yang berkembang juga berbeda.

Pada masa itu tren yang berkembang itu mulanya masuk kebudayaan Amerika, mulai masuknya internet dan lain sebaginya. Sehingga Lupus dan kawan-kawan mendapatkan banyak pengaruh tersebut. Berbeda dengan Lupus di tahun 2103, pada film kita tidak dapat banyak melihat dari mana pengaruh kehidupan sosial secara spesifik yang diangkat pada film tersebut. Kita hanya disajikan beberapa hal yang sedang tren pada tahun 2013 dan diselipkan beberapa kali pada setiap adegan, seperti tren tarian gangnam style, shuffle dance, atau fenomenan rainbow cake. Namun, kembali lagi tidak adanya penggambaran secara spesifik tersebut yang membuat film Bangun Lagi Dong Lupus sedikit sulit untuk dikategorikan ke mana.

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan oleh Ramdhani Kusuma Putra Industri perfilman Korea Selatan saat ini rasanya tenga...