Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan
oleh Ramdhani Kusuma Putra
Industri perfilman Korea Selatan saat ini rasanya tengah menguasai dunia, setelah kesuksesan besar dari film Parasite besutan sutradara kenamaan Bong Joon Ho di kancah internasional, bahkan berhasil memborong piala Oscar. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari sepak terbang perfilman Korea di dunia, bagaimana ya sejarah perfilman di Korea Selatan sendiri, hingga dapat bersinar seperti sekarang, yuk kita simak.
1. Lahirnya Perfilman Korea Selatan
Film Korea Selatan mulai bebas mengudara saat berhasil meraih kemerdekaan pada tahun 1945, pada masa itu perfilman Korea masih dipenuhi dengan cerita-cerita tentang propaganda Jepang, dan tentu saja film yang bertemakan kemerdekaan. Salah satu film dengan unsur kemerdekaan yang berhasil meraih keuntungan besar yaitu “Viva Freedom!” (1946)
Selain itu pada era ini industri perfilman Korea Selatan juga sempat mengalami keadaan mati suri di saat perang dingin terjadi antara Korea Selatan dan Korea Utara.
2. Masa Keemasan
Setelah keluar dari keadaan mati surinya, industri perfilman bangkit sedikit demi sedikit dan berhasil menunjukkan sayapnya kembali setelah film “The Housemade” (1960) berhasil mendapatkan keuntungan besar dan digadang-gadang sebagai film terbaik yan pernah dibuat oleh Korea Selatan.
Hal tersebut ternyata didasari oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi film lokal hingga meningkat tinggi.
3. Lahirnya Hallyu
Masa ini industri film Korea Selatan sempat mengalami sebuah propaganda pada tahun 1973 hingga 1979, di mana penyensoran film membuat produksi menjadi menurun drastis. Hanya film-film yang memiliki kesamaan unsur ideologi dan politik saja yang boleh tayang di bioskop lokal. Hingga akhirnya sebuah film berjudul “Im Kwon Taek Mandala” (1981) yang mengalami kesuksesan besar, dengan memenangi penghargaan internasional. Hingga akhirnya pada tahun 1988 penyensoran film tersebut dicabut di Korea Selatan.
Kesuksesan internasional tersebut yang membuka jalan film-film asal Korea Selatan dapat dikenal lebih banyak di dunia perfilman internasional.
4. Kebangkitan (1997 - sekarang)
Setelah banyaknya gejolak naik turun film Korea, akhirnya konsistensi tersebut berhasil dipertahankan dan membuat kesuksesan yang terus meningkat. Film berjudul “My Sassy Girl” (2001) tentu saja dapat menjadi pembuka masa kebangkitan ini, tentu saja siapa yang tidak mengetahui tentang film jadul tersebut, film komedi romansa yang menjadi hit bahkan hingga sekarang, film yang diperankah oleh Cha Taehyun dan Jun Ji Hyun ini juga membuat berbagai negara mendaur ulang versinya sendiri, seperti di Tiongkok, Jepang dan Amerika.
Setelahnya sutradara Bong Joon Ho yang berhasil membuat film Parasite juga mulai mengembangkan karirnya sejak kesuksesan film “Snowpiercer” (2013) yang menceritakan tentang perjalanan gerbong paling akhir yang tengah melalui akhir dari dunia yang dipenuhi dengan musim dingin berkepanjangan. Film tersebut merupakan film kolaborasi Korea Selatan dengan Amerika, kita dapat melihatnya dari pemeran utama film ini yang diperankan oleh aktor kenamaan Hollywood yaitu Chris Evans.
Tidak hanya sampai di situ kesuksesan film Korea juga berhasil naik di puncak yang lebih tinggi setelah rilisnya film “Train to Busan” (2016) film aksi bertemakan zombie ini bisa dibilang tema yang hampir tidak pernah dibuat di Korea Selatan, namun ternyata acting yang mumpuni dan jalan cerita yang sentimental membuat “Train to Busan” meraih kesuksesan di seluruh dunia, bahkan film tersebut akan dibuatkan sekuel kelanjutan ceritanya.
Berbicara tentang sejarah perfilman Korea Selatan rasanya tak lengkap jika kita juga tidak membahas cerita menarik di balik industri tersebut, pembukaan gelombang hallyu nyatanya dibuka dengan adanya penyensoran film yang berlebihan, namun kualitas dari film-film Korea rasanya berhasil menghentikan hal tersebut.
Kalau Indonesia punya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tentu saja Korea Selatan juga punya yang namanya Korean Communication Standard Commision atau biasa disingkat KCSC. KCSC sendiri didirikan pada Februari 2008. Bedanya apa sih dengan KPI di Indonesia, kita simak yuk bagaimana lembaga ini mengatur sistem penyiaran di Korea Selatan.
1. Jam Malam Artis
Ternyata menjadi artis di Korea Selatan tidak bisa bebas tampil kapan saja, banyak artis yang berhasil melakukan debutnya di usia yang sangat muda. Eksploitasi anak-anak yang mendasari hadirnya peraturan batasan jam malam untuk artis di bawah umur. Anak-anak di bawah umur dibatasi bekerja selama kurang dari 35 jam dalam sepekan. Sepertinya hal tersebut dapat dicontoh oleh Indonesia.
2. Hati-Hati Kena Sensor
Tak jauh beda dengan Indonesia lembaga ini juga memiliki aturan sensor yang cukup ketat. Walaupun propaganda mengenai penyensoran sudah dibebaskan, nyatanya aturan sensor di televisi Korea Selatan masih cukup besar. Ada beberapa hal yang wajib disensor di Korea Selatan yaitu senjata, rokok, merk dagang dan tato. Unsur sensor di Korea Selatan ternyata memiliki aturan yang lebih luas ya, tidak hanya melulu sensorsip mengenai unsur berbau pornografi.
3. Artis Harus Bersih
Korea Selatan memiliki aturan yang cukup keras bagi artis-artis yang pernah mengalami catatan kriminal, kebanyakan dari mereka tidak diizinkan untuk tampil kembali di televisi, atau melakukan aktifitasnya sebagai public figure. Hal tersebut ternyata memiliki tujuan untuk membuat televisi menjadi sesuatu yang ramah keluarga.
Terlepas dari artis juga merupakan manusia yang dapat berbuat kesalahan, peraturan tersebut dapat dijadikan contoh bagi Indonesia, karena tentu saja pengendalian konten yang ditampilkan media akan menjadi lebih mudah. Seperti yang banyak kita ketahui, peran media menjadi sangat penting bagi anak-anak di era milenial ini, kebanyakan anak-anak sekarang akan mencontoh apa yang mereka lihat di media.
4. Kewajiban Berbicara Formal
Selebriti di Korea Selatan ternyata wajib menggunakan bahasa yang formal dan sopan di setiap acara, terlepas dari selebriti tersebut dekat atau tidak dengan lawan bicara, atau konten apapun yang ditampilkan pada acara televisi tersebut.
Indonesia sendiri lebih fleksibel dalam berbahasa, karena bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah yang sesuai digunakan dengan tempat dan situasi. Aneh juga rasanya jika acara komedi mewajibkan pemerannya untuk berbahasa formal. Namun, aturan penggunaan bahasa rasanya memang cukup ketat di Korea Selatan, karena ada beberapa pakem yang berbeda ketika kita berbicara formal/ non formal, bahkan lawan bicara yang didasari oleh usia juga dapat mempengaruhi cara berkomunikasi di sana.
Walaupun, sopan itu tetap kewajiban ya.
5. Pengendalian Rating
KCSC juga berperan untuk memberikan sebuah rating pada program yang ditayangkan, Korea sendiri memberikan rating seperti All (모든 연령 시청가) untuk semua usia, lalu 7, 12, 15 dan 19. Berbeda dengan Indonesia yang memberikan rating dengan tanda BO atau Bimbingan Orangtua A untuk Anak-Anak, R untuk Remaja dan D untuk Dewasa.
Menurut kalian yang mana yang lebih efisien digunakan di Indonesia?
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh KCSC rasanya ikut berperan penting pada keberhasilan dan kesuksesan besar yang diraih oleh industri perfilman Korea Selatan. Bagaimana menurut kalian dengan semangat sineas perfilman di Korea Selatan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar