Minggu, 21 Juli 2024

Aspek Pendidik Karakter dalam Novel TOTTO-CHAN karya Tetsuko Kuroyanagi

Sumber: Gramedia

Sastra merupakan hasil pemikiran imajinatif seorang pengarang di mana pembuatannya telah melalui proses kreatif, ide imajinasi pengarang tak sepenuhnya muncul semata-mata dari pengarangnya saja, hasil dari pemikiran tersebut banyak didasari oleh lingkungan sosial pengarang mulai dari kehidupan sosial pribadi pengarang, sampai kehidupan sosial bermasyarakatnya. Karena hal ini karya sastra tak lepas dari ajaran-ajaran nilai moral yang pengarang tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Penggambaran dari kehidupan nyata ini membuat banyaknya nilai moral yang dapat pembaca alami dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerta, susila.

Penulis biasanya menyampaikan nilai moral tersebut berdasarkan keinginan kehidupan sosial agar dapat berjalan semestinya, seperti penggambaran kehidupan ideal yang diidamkan oleh pengarang. Segala nilai moral ini dapat disebut juga dengan amanat, dan dapat juga menjadi gagasan inti dari cerita yang dibuat oleh pengarang. 

Salah satunya nilai moral tersebut adalah nilai-nilai pendidikat karakter, pada penelitian ini saya akan membahas nilai pendidikan karakter yang terdapat pada novel Totto-chan karya Tetsuko Kuroyanagi.

Analisis Rumusan Masalah

Totto-chan merupakan novel karya Tetsuko Kuroyanagi yang menceritakan tentang gadis cilik bernama Tetsuko, ia merupakan anak perempuan yang memiliki daya imajinasi yang lebih besar dibandingkan anak biasanya, karena hal tersebut Tetsuko atau yang biasa dipanggil Totto-chan tidak dapat mnyesuaikan dirinya di sekolah biasa, guru dan murid di sekolah tidak menerimanya.

Hingga akhirnya Totto-chan pindah ke Tomoe Gakuen dan bertemu dengan kepala sekolah Sosaku Kobayashi, ia diajarkan sikap-sikap nilai pendidikan moral yang dapat kita praktekkan di kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini menjadi lebih unik karena Tomoe Gakuen merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan, namun kepala sekolah Sosaku Kobayashi menerapkan kurikulum pendidikan moral yang berhasil diterapkan kepada siswa-siswanya.

Salah satu nilai moral tersebut ialah kedisiplinan, 
“Dengar baik-baik,” kata kepala sekolah ketika semua sudah berkumpul. “Kita akan naik kereta, lalu naik kapal. Aku tak ingin sampai ada yang tersesat. Mengerti? Baik, kita berangkat sekarang. (Totto-chan : 95)
Tanpa kita sadari pada kutipan tersebut kepala sekolah berusaha untuk mengajarkan sikap disiplin, alih-alih ia menyuruh anak-anak diam, kepala sekolah lebih memilih untuk menyampaikan akibat jika mereka tidak disiplin. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih, tentu saja jika mereka disuruh diam akan timbul pertanyaan mengapa kami harus diam, dan sebagainya hingga akhirnya kebalikannya lah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.

Paragraf selanjutnya pun mengajarkan tentang sikap peduli sosial dan bersahabat,
Entah bagaimana, kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu.
Pada penghujung kalimat sudah sangat jelas tentang aspek moral pada novel ini, kalimat larangan untuk tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu sudah mencakup ke delapan belas aspek pendidikan karakter (Hasan dkk, 2011).

Lalu ada juga metode pembelajaran yang diterapkan oleh kepala sekolah yaitu metode pembelajaran euritmik (Totto-chan : 101). Dijelaskan pada novel tersebut euritmik merupakan olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh, olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh, olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama.

Kurang lebihnya euritmik ini dapat menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan otak kiri pelakunya, dari aspek nilai moral juga dapat melatih kedisiplinan dan kreatifitas diri kita.

Menurut kepala sekolah Kobayashi seseorang yang memiliki kepribadian ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya. 
Peduli terhadap lingkungan pun dijabarkan pada poin ini. Selain itu ruangan kelas yang digunaka di Tomoe berbeda dengan ruangan kelas biasanya, mereka menggunakan gerbong kereta bekas sebagai ruangan kelas. Kepala sekolah membiarkan seluruh siswanya bebas untuk bermain dan mengasah kemampuan mereka masing-masing, seperti tengah menaiki sebuah kereta mereka bebas untuk berpetualang kemana saja. Kepala sekolah dan guru-guru di Tomoe juga kerap kali mengajap siswa-siswanya berkeliling keluar sekolah, hal ini tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan.

Selain itu sikap toleransi dan menghargai prestasi juga terdapat pada salah satu bagian cerit novel Totto-chan, 
Hari olahraga di Tomoe diadakan setiap tahun… Seperti semua hal lain yang dilakukan secara berbeda di Tomoe, begitu pula Hari Olahraga mereka yang unik.
Misalnya, Lomba Ikan Karper. Kain-kain lebar dibentuk seperti tabung dan dicat seperti ikan karper-seperti yang biasa dipajang di tiang-tiang di bulan Mei di Hari Perayaan Anak Laki-Laki. Kain-kain itu kemudian diletakkan di tengah halaman sekolah. Setelah aba-aba diberikan, anak-anak harus berlari kea rah ikan karper, merayap masuk ke dalam lubang kain itu, dari mulut sampai ke ekornya, keluar, lalu berlari kembali ke garis start.

Di Tomoe terdapat seorang siswa bernama Takahashi, ia memiliki kekurangan berupa fisiknya yang tidak dapat tumbuh lagi. Pada novel tersebut dijelaskan alasan mengapa jenis perlombaan tersebut berbeda, alasannya yaitu karena Takahashi yang memiliki tubuh kecil. Kepala sekolah berpikir dengan jenis-jenis lomba tersebut Takahashi akan dengan mudah memenangkan setiap jenis lomba, dan membuatnya memiliki rasa syukur akan kondisinya, walaupun ia memiliki kekurangan fisik, namun Takahashi dapat memiliki kepercayaan diri berkat jenis-jenis lomba yang disusun oleh kepala sekolah.

Sikap toleransi dan saling menghargaipun kembali kita temukan pada novel tersebut, seperti pada kutipan paragraf berikut,
Totto-chan heran. Belum pernah ia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan. Setahunya, anak laki-lakilah yang terpenting. (Totto –chan : 159)
Paragraf ini muncul akibat pertengkaran yang terjadi antara Totto-chan dan temannya yang bernama Oe, saat itu Totto-chan memiliki gaya rambut baru dengan rambut yang dikepang. Oe yang melihatnya malah menarik-narik rambut Totto-chan dan mempermainkannya.

Kepala sekolah menerapkan sikap untuk bersikap baik dan saling menghargai walaupun dia adalah perempuan, tentu saja pada sejarah Jepang zaman dahulu derajat wanita berada dibawah pria. Sampai pada anak-anak pun menerapkan hal tersebut, namun kepala sekolah berpikir lain dan membuat setiap orang memiliki perlakuan yang sama, sehingga kita dapat menghargai satu sama lain.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan oleh Ramdhani Kusuma Putra Industri perfilman Korea Selatan saat ini rasanya tenga...