Minggu, 21 Juli 2024

Telaah Budaya pada Film Bangun Lagi Dong Lupus dan Novel Lupus karya Hilman


Sumber: Wikipedia 
Analisis Sosial Budaya pada Karya Sastra
Film Bangun Lagi Dong Lupus 

Penelitian sosial adalah penelitian yang mengkaji dan mengungkap fenomena-fenomena sosial atau yang menyangkut segi kemanusiaan, seperti pada dunia kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, seni budaya, dan sebagainya, termasuk ketimpangan-ketimpangan yang ada pada masyarakat, seperti pengangguran, kebodohan, kriminalitas, kenakalan remaja, masalah penggunaan narkoba, prostitusi hingga radikalisme dan terorisme.


Film Bangun Lagi dong Lupus bercerita tentang sosok Lupus yang sangat berbakti kepada ibunya dan menyayangi adiknya Lulu. Ia diceritakan sebagai sosok yang cerdas, jahil, taat peraturan dan sangat bertanggung jawab karena dia menjadi pengganti sosok ayah di keluarganya.

Diceritakan Lupus adalah seorang murid baru di SMA merah putih, di hari pertamanya ia bertemu dengan Poppy yang memiliki pacar dengan hubungan yang rumit bersama Daniel. Ceritanya berlanjut setelah Poppy putus dari Daniel, dan Lupus berusaha memenangkan hati Poppy, selain itu juga cerita dibumbui dengan Lupus dan teman-temannya Gusur, Boim dan Anto yang mengikuti lomba go green dan berhasil memenangkan juara satu, di akhir cerita Lupus berhasil membanggakan keluarganya karena memenangkan kompetisi go green, ia juga berhasil memenangkan hati Poppy.

Latar Waktu

Pada film Bangun Lagi Dong Lupus menggambarkan latar waktu pada tahun 2013 sedangkan novel Lupus latar waktu di mulai tahun 80-an. Pada film kita bisa melihat beberapa adegan pada novel Lupus yang berusaha diangkat pada film, seperti kebiasaan Lupus memakan permen karet, dan penggunaan barang-barang jadul.

Selain itu juga percakapan dan interaksi yang terjadi pada film juga terkesan kaku untuk didengar di tahun 2013, gaya bicara dan cara berinteraksinya mereka coba angkat dari novel itu sendiri. Karakter Lupus pada film terlihat sangat dipaksakan membuat karakternya menjadi remaja yang sangat teladan, patuh dan tidak neko-neko. Berbeda dengan kesan Lupus pada novel yang masih memiliki sifat jahil dan mirip dengan remaja-remaja pada masanya.

Pada novel kita dapat melihat karakter Lupus yang sangat menggambarkan karakter remaja di perkotaan pada era tahun 80-an yang funky, sangat peduli pada penampilan, jahil, namun tetap menampilkan sosok cerdas dan taat. Gaya rambut Lupus pada novel yang memiliki ciri khas jambul dan potongan rambut mullet juga tidak dapat ditampilkan pada film yang tentu saja akan semakin membuat film terkesan aneh karen tidak akan sesuai dengan remaja perkotaan pada tahun 2013.

Salah satu guru olahraga pada film Bangun Lagi Dong Lupus juga sedikit membicarakan tentang hal-hal yang tengah tren pada saat film itu dirilis contohnya seperti fenomena gangnam style, dan suffle dance. Namun, jelas yang berusaha disampaikan oleh produser bukan tren remaja pada masa itu, melainkan dari karakter Lupus yang sangat teladan dan tidak mengikuti tren.
Karakter Lupus yang seharusnya menjadi remaja perkotaan yang suka mengikuti tren juga dihapus pada karakter Lupus di film. Kembali lagi, produser berusaha keras untuk membuat Lupus menjadi sosok siswa teladan dan tidak neko-neko dan berakhir menjadi penggambaran zaman yang tidak sesuai pada tempatnya.

Tema

Tema yang diambil pada novel dan film tersebut sama yaitu kehidupan remaja di perkotaan, yang penuh dengan masalah percintaan, keluarga dan pendidikannya. Namun secara garis besar kita tidak dapat menemukan ciri pasti perbedaan zaman yang berusaha ditampilkan.
Pada film Bangun Lagi Dong Lupus, kita tidak dapat benar-benar melihat bagaimana kehidupan remaja di tahun 2013, mungkin jika dilihat hanya tempat dan suasana yang membuat latar seperti pada tahun 2013.

Selain itu kita juga disajikan  banyak adegan komedi romantis pada film, sama seperti pada novel. Hanya saja kembali lagi tema itu tidak dibangun dengan baik pada film, seperti karakter Gusur dan Boim yang sepanjang film hanya dijadikan bahan bualan, dan karakter mereka tidak sesuai porsinya seperti pada novel.
Realitas karakter pada film Bangun Lagi Dong Lupus inilah yang membuat tema tersebut tidak berhasil diangkat.

Benang Merah

Kedua karya tersebut memiliki banyak perbedaan, namun tentu saja ada alasan yang diangkat kedalam sebuah karya sastra kenapa perbedaan tersebut dapat terjadi, padahal mereka memiliki unsur dan jalur cerita yang sama.
Walaupun memiliki latar yang sama yaitu di kota Jakarta, namun kondisi sosial masyarakat pada masa itu sudah jauh berbeda. Pada masa tahun 80-an banyak remaja yang mengalihkan kehidupannya yang kacau dengan pergi ke diskotik, dan hura-hura secara terang-terangan dan dijadikan tren. Namun tidak dengan sekarang, pada masa ini timbul perasaan malu jika hal itu dilakukan secara terang-terangan, dan tren yang berkembang juga berbeda.

Pada masa itu tren yang berkembang itu mulanya masuk kebudayaan Amerika, mulai masuknya internet dan lain sebaginya. Sehingga Lupus dan kawan-kawan mendapatkan banyak pengaruh tersebut. Berbeda dengan Lupus di tahun 2103, pada film kita tidak dapat banyak melihat dari mana pengaruh kehidupan sosial secara spesifik yang diangkat pada film tersebut. Kita hanya disajikan beberapa hal yang sedang tren pada tahun 2013 dan diselipkan beberapa kali pada setiap adegan, seperti tren tarian gangnam style, shuffle dance, atau fenomenan rainbow cake. Namun, kembali lagi tidak adanya penggambaran secara spesifik tersebut yang membuat film Bangun Lagi Dong Lupus sedikit sulit untuk dikategorikan ke mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan

Gelap Terang Industri Perfilman Korea Selatan oleh Ramdhani Kusuma Putra Industri perfilman Korea Selatan saat ini rasanya tenga...