Senin, 22 Januari 2024

Sosiologi Sastra Film 212 : The Power of Love


Film 212 The Power of Love"

212 The Power of Love merupakan film besutan Jastis Arimba yang diproduseri oleh penulis Helvy Tiana Rosa, film ini sendiri mengangkat latar kejadian peristiwa aksi belas Islam III yang terjadi pada tanggal 2 Desember 2016 lalu. Namun, pada 212 The Power of Love ini kita tidak akan menemukan unsur politik. Film ini lebih mengangkat unsur keluarga dan hubungan bermasyarakat sosial, film ini berpusat pada dua tokoh utama yaitu Rahmat dan Ki Zaenal, mereka memiliki cara pandang yang berbeda dan ideologinya masing-masing karena perbedaan latar belakang. Rahmat merupakan anak dari Ki Zaenal, ia kuliah di Universiras ternama di luar negeri dan bekerja sebagai jurnalis di Jakarta. Sedangkan ayahnya, Ki Zaenal tinggal di Ciamis dengan lingkungan yang agamis. Singkat cerita Rahmat yang tinggal di Jakarta harus pulang ke Ciamis karena ibunya yang meninggal dunia, lalu muncul gerakan bela Islam 212, Ki Zaenal tentu harus ikut serta pada aksi tersebut, namun karena kondisi kesehatannya akhirnya ia harus ditemani oleh Rahmat. 

Rahmat memiliki masa lalu kelam yang berhubungan dengan agamanya Islam, Rahmat remaja pernah membunuh saudaranya dan membakar masjid, hingga akhirnya ia dimasukkan ke dalam penjara. Itu sebabnya ia tidak memiliki kepercayaan pada agama apapun, pekerjaannya sebagai jurnalis membuatnya sering menulis pertentangannya tentang agama. Aksi bela islam inipun ia anggap sebagai aksi politik saja, namun seiring berjalannya aksi tersebut ia sadar bahwa aksi tersebut berjalan dengan damai dan penuh cinta, ia pun lebih mengenal akan agamanya Islam dan mendapatkan hidayah. 

Tokoh Rahmat pada film ini digambarkan sebagai seseorang yang memiliki paham komunisme karena ia yang sering menulis dan mempertentangkan tentang agama, dalam film pun dijelaskan lebih rinci pada adegan Adhi dan Rahmat yang bertentangan dan mengucapkan secara jelas bahwa rahmat adalah seorang komunis. Ki Zaenal pun digambarkan secara bertentangan sebagai seorang yang agamis, hal ini tentu saja make sense karena seperti pandangan masyarakat Indonesia, komunisme merupakan lawan dari kaum agamis. Dalam film komunisme digambarkan sebagai orang yang jauh dari cinta dan agama sehingga memiliki perangai seperti Rahmat. 

Perubahan karakter Rahmat yang pada mulanya jauh dari agama, keras kepala, angkuh, dan tidak memiliki banyak teman hingga ia yang menerima hidayah dan akhirnya sejalan dengan Ki Zaenal. Perubahan ini didasarkan pada hubungan damai dan cinta yang menjadi fokus utama pada film tersebut. Perubahan yang terjadi pada diri Rahmat termasuk pada perubahan yang besifat sosioemosi, karena gerakan 212 ini berhasil menyentuh akal sehat Rahmat yang jauh dari kata cinta hingga akhirnya dapat menerima dan mencintai dirinya sendiri. Selain proses aksi bela Islam itu sendiri yang berjalan damai sehingga membuat pandangan Rahmat berubah, peran dari tokoh Yasna juga banyak berpengaruh dalam merubahan sifat dari Rahmat. 

Film ini secara jelas berusaha menggambarkan bagaimana seharusnya proses kehidulan sosial berjalan, ditengah banyaknya isu berunsur sara, kepentingan politik dan diri sendiri yang lebih kuat. Film 212 The Power of Love menyadarkan kita bahwa berhubungan sosial secara baik tak harus memandang ia datang dari suku dan etnis apa terutama dari agama apa, kita diberikan pandangan tentang seberapa indahnya jika hubungan masyarakat berjalan secara damai, contohnya yang terjadi pada tokoh utama Rahmat. Film ini juga tidak semata-mata berpihak pada satu agama ataupun etnis, tapi melainkan pada semua kalangan masyarakat karena yang terpenting pada film ini adalah hubungan cinta dan damai itu sendiri antara manusia, terutama karena Indonesia yang sejatinya memiliki masyarakat yang beragam.

Selain itu kita juga bisa mengulik lebih jauh kenapa Rahmat dapat memiliki pikiran yang radikal, angkuh, dan jauh dari agama. Salah satunya adalah karena ia yang telah membunuh saudaranya di masa lalu. Hal ini memungkinkan terjadinya sifat Rahmat seperti sekarang ini, bisa jadi karena rasa bersalah yang terjadi pada dirinya dulu ditambah lagi tidak ada keluarga yang benar-benar membantunya di masa kelamnya dulu karena ia langsung dikirim ke pesantren. Hal inilah yang membuat sifat Rahmat seperti yang diceritakan pada awal film ini, ia yang tidak percaya pada siapapun, tidak memiliki banyak teman, dan tentu saja tanpa ia sadari Rahmat tidak mencintai dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dekonstruksi dalam Penggalan Lirik Lagu BTS Pied Piper

Dekonstruksi dalam Penggalan Lirik Lagu BTS Pied Piper [Rap Monster] Berhenti menonton dan belajar untuk ujianmu Orangtuamu dan ...