Youthful
"Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah"
Senin, 22 Januari 2024
Dekonstruksi dalam Penggalan Lirik Lagu BTS Pied Piper
Nasionalisme Korea tentang Budaya Kacang Lupa Kulit
Analisis Lirik Lagu BTS V - Singularity
Sosiologi Sastra Film 212 : The Power of Love
Siang dan Malam
Resensi Novel Hujan Tere Liye
Resensi Buku Goosebumps Hantu Penunggu Sekolah
Resensi Buku The Bliss Bakery #2 A Dash of Magic
Jumat, 27 Januari 2023
Bikin Merinding, TXT Kembali Dengan Sugar Rush Ride, Bahas Tuntas The Name Chapter: Temptation
sumber twt @BIGHIT_MUSIC |
Sugar Rush Ride dibuka dengan manis, dengan para anggota TXT yang terdampar di sebuah pantai. Bermula dari adegan tersebut, TXT menyuguhkan tampilan memesona dari tarian Sugar Rush Ride dengan alam Indonesia yang indah.
sumber TXT Sugar Rush Ride MV |
1. Tampil
di Indonesia
4 Januari lalu MOA dihebohkan dengan keberangkatan para anggota TXT yang dispekulasi akan terbang ke Indonesia, dan hal tersebut diwujudkan dengan rilisnya video klip Sugar Rush Ride. TXT menampilkan keindahan beberapa tempat di pulau Bali, yaitu Savana Tianyar, Karangasem, Pantai Gunung Payung, Air Terjun Banyu Wana Amertha Buleleng, dan Kebun Raya Bali Bedugul. Tidak hanya itu, dalam pembuatan video klip ini staff bighit juga bekerjasama dengan tim produksi lokal yaitu Bali Proud.
2. Devil
by the Window
Perilisan
Sugar Rush Ride ini juga menandakan era baru dari TXT yaitu The Name Chapter,
pada lagu tersebut TXT menyebutkan bahwa ia menginginkan lebih dan lebih,
godaan tersebut semakin besar karena rasanya yang manis dan membuat candu. Hal
tersebut juga sudah di-spoiler pada poster promosi perilisan The Name Chapter,
dengan gambar jalanan yang terlihat bergelombang menuju sebuah jendela, jendela
ini digambarkan sebagai portal menuju dunia fantasi atau godaan yang besar, dan
jalanan yang bergelombang itu menggambarkan rasa candu yang tidak dapat
dikendalikan.
3. Pencarian
Sebuah Nama
Nama
menjadi bagian utama pada era bermusik TXT, apa yang disebut dengan nama? tentu
saja hal tersebut menjadi pertanyaan yang begitu menjebak, karena jika ditanya
mengenai siapa itu TXT pasti masih banyak yang menjawab kalau TXT merupakan “adik”
dari BTS dan label nama tersebut tanpa sadar terikat dengan TXT. Namun, tentu
saja keberadaan nama tersebut menjadi beban baru, karena TXT memiliki nama nya
sendiri yang menjadi jati dirinya. Hal, ini ditampilkan melalui album ini, di
mana TXT berusaha mencari jalan untuk mencari jati dirinya sendiri, seperti
yang dijelaskan sebelumnya mengenai jendela dan jalanan yang bergelombang, saat
ini TXT sedang mencari jalannya menuju “the final destiny” takdir sebenarnya
yang mereka miliki.
4. Sugar
Rush Ride
Apa
sih yang disebut dengan Sugar Rush Ride, Sugar Rush itu merupakan istilah untuk
seseorang yang merasa begitu bahagia dan semangat setelah memakan makanan manis
seperti efek dopamine. Perasaan tersebut diraskan oleh anggota TXT pada
lagunya, karena sebuah godaan yang begitu besar pada jendela yang baru ia buka.
Lagu Sugar Rush Ride memperlihatkan perasaan kecanduan yang berlebihan kepada
seseorang, atau sesuatu yang menjadi tujuan dari perjalanan tersebut, apakah
perasaan candu ini dapat berhenti dan TXT dapat menemukan jalan yang
sebenarnya.
Ramdhani
Kusuma Putra
Ig: ramable__
Tiktok: ramable_
Rabu, 17 Juni 2020
Jakarta Butuh Bernapas
Jakarta telah genap menyandang sebagai Ibukota Indonesia selama 54 tahun, sejak saat itulah berbagai pembangunan dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari dibangunnya Hotel Indonesia, Sarinah, Stadion Gelora Bung Karno, dan patung selamat datang. Sejak saat itu pembangunan terus gencar dilakukan oleh pemerintah. Masih hangat rasanya pada tahun 2018 lalu saat diselenggarakannya Asian Games di Jakarta, berbagai fasilitas diperbaiki dan bangunan-bangunan baru berdiri untuk menyokong keberlangsungan perhelatan empat tahunan sekali tersebut.
Tahun 2020 menjadi cerita bersejarah bagi kota Jakarta, kabar pemindahan ibukota telah ramai sejak tahun lalu dan kabarnya waktu Jakarta sebagai ibukota akan berakhir di bulan Juni tahun ini. Berbagai hal telah dilalui sebagai daerah khusus ibukota. Sampai tahun 2020 menjadi salah satu tahun bersejarah di kota Jakarta, Indonesia, bahkan seluruh dunia. Pandemi covid-19 mulai merebak dan menjadi sebuah wabah yang menghampiri setiap negara di dunia, tak terkecuali kota Jakarta. Sejak kasus pertama pada Februari lalu, kasus-kasus baru terus bertambah, keringat terus dikerahkan oleh para tenaga medis, relawan, pekerja sosial dan jajaran pemerintah.
Terutama kami masyarakat yang berjuang demi mempertahankan harapan itu tetap ada.
Rasanya keberadaan Covid-19 menjadi babak baru bagi kota Jakarta, sejak kasus pertama pada Februari lalu dan mulainya penerapan lockdown wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), membuat kondisi alam di Jakarta dapat bernapas lebih baik. Dilansir melalui kompas.com Jakarta pernah mendapatkan predikat nomor satu sebagai kota dengan indeks kualitas udara terburuk nomor satu di dunia pada tanggal 29 Juli 2019, sejak saat itu Jakarta seakan tak ingin lepas dari peringkat sepuluh besar. Kabar baiknya sejak ditetapkan PSBB pada 15 Maret lalu kondisi udara Jakarta kian membaik, hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh berkurangnya penggunaan kendaraan bermotor. Seperti yang diketahui bahwa asap kendaraan bermotor menjadi penyebab nomor satu polusi udara. Penerapan kebijakan Work From Home (WFH) membuat mobilitas kendaraan menjadi berkurang, ditambah lagi pembatasan keluar masuk kendaraan dari dalam dan luar kota Jakarta. Kendaraan umum juga ikut dipangkas dan lebih dari setengahnya tidak dapat beroperasi, kesadaran masyarakat untuk tidak keluar rumah juga menjadikan Jakarta lebih segar untuk sementara waktu.
Setidaknya kebijakan ini membuat ¾ jalanan kota Jakarta menjadi lebih lengang. Hasilnya udara di kota Jakarta menjadi lebih segar dan langit yang biasanya ditutupi asap kelabu dapat bersinar lebih cerah. Langit kebiruan dan awan putih yang muncul dengan jarang, hampir tak pernah kita lihat sejak 2019 lalu. Malam yang biasanya dipenuhi kerlap-kerlip lampu juga menjadi lebih cerah karena langit yang dipenuhi bintang, bukan hanya polusi udara, namun polusi cahaya dan polusi suara juga ikut berkurang.
Tapi, hal ini tentu saja bukanlah kabar baik bagi kita, memang sebaiknya kita mengambil hikmah dan sisi positif dari peristiwa yang terjadi saat ini. Walaupun begitu, ini bukanlah solusi jangka panjang yang dibutuhkan kota Jakarta. Perlu kebijakan yang dapat mengubah perilaku dan gaya hidup masyarakat kota, agar menjadi sebuah kebiasaan baru. Seperti pencanangan new normal yang seharusnya bukan hanya baik bagi kehidupan manusia, tapi juga bagi lingkungan.
Salah satu solusi jangka panjang yang dapat dilakukan untuk mengembalikan Jakarta yang asri adalah pembangunan dan perluasan ruang terbuka hijau. Dilansir melalui tempo.com, ruang terbuka hijau (RTH) pada Februari 2019 lalu hanya mencakup 14,9% dari luas kota Jakarta, tak sampai seperempat dari wilayah Jakarta. Kabarnya pada 2020 ini akan dilakukan pembangunan hutan kota di 16 lahan yang tersebar di setiap wilayah kota Jakarta, melihat dari kondisi sekarang sepertinya mimpi tersebut akan tersimpan sedikit lebih lama melihat aktivitas kerja belum dapat kembali seperti semula. Namun, cita-cita besar tersebut tentu saja menjadi harapan bagi keberlangsungan kondisi lingkungan kita. Memang penambahan 16 wilayah hutan kota ini masih sangat kurang untuk memperbaiki kualitas udara kembali menjadi normal. Pemerintah perlu sedikitnya mengubah sebanyak 30% wilayah untuk dijadikan ruang terbuka hijau (RTH). Selain itu penambahan alat air quality monitoring system juga perlu diperbanyak dan disebar di setiap penjuru kota Jakarta, agar pemerintah dapat mengetahui lebih pasti penyebab dari pencemaran udara, dan melakukan penanggulangan lebih cepat.
Selain itu kebiasaan yang sering kita lakukan setiap hari juga dapat mulai kita perbaiki. Pengurangan penggunaan kendaraan bermotor, dapat dijadikan solusi dan ditetapkan sebagai kebijakan baru di masa depan. Beralih dari kendaraan pribadi dengan kendaraan umum bukan hanya mengurangi macet, namun juga dapat mengurangi polusi udara. Kondisi sekarang yang mewajibkan kita menggunakan masker membuat saya teringat dengan peristiwa tahun lalu saat kebakaran hutan terjadi di Riau dan asapnya yang menyebar sampai ke luar Indonesia dan menjadi perbincangan internasional. Saat itu kondisi Jakarta juga mengalami puncak polusi udara sepanjang tahun, bahkan wilayah tempat saya belajar sempat mendapat predikat sebagai wilayah Jakarta dengan kondisi udara terburuk. Saat itu banyak mahasiswa yang menggalang dana untuk membantu korban dan kerugian akibat kebakaran hutan di Riau, juga pembagian masker yang dilakukan pada tahun lalu karena kondisi udara yang kian memburuk. Rasanya sedikit lucu jika diingat sejak 2019 lalu kita telah diperingati untuk menggunakan masker karena polusi udara, namun tak cukup untuk membuat manusia sadar akan lingkungan. Sekarang, setelah pandemi covid-19 muncul baru masyarakat saling memperebutkan untuk memiliki masker.
Pandemi ini dapat menjadi titik balik yang bagus untuk kondisi lingkungan yang lebih baik di masa depan, menurut saya pemerintah dapat mengambil kesempatan ini untuk membangun kebiasaan dan aturan baru bagi masyarakatnya. Masyarakat yang semakin peduli terhadap kesehatan, bisa mulai ditetapkan untuk pengurangan penggunaan kendaraan bermotor, pembakaran sampah dan konsumsi rokok yang asapnya dapat mencemari udara. Kita juga mengetahui bahwa kebiasaan buruk di atas juga dapat meningkatkan potensi terjangkitnya covid-19, karena kesehatan pernapasan menjadi celah utama bagi virus ini.
Kondisi udara yang membaik ini, semoga dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Rasa peduli itu akan terus ada, dan melahirkan harapan-harapan baru di masa depan, agar tak hanya kehidupan manusia, namun hewan, tumbuhan dan lingkungan juga memiliki masa depan yang baik.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya bisa lihat di sini.
Jumat, 22 Mei 2020
Generasi Terakhir di Bumi
Tulisan kali ini kurang lebihnya akan berisi sebuah keluhan dan berbagai rasa yang kualami selama pandemi covid-19. Setidaknya sudah tiga bulan kita hidup terbelenggu di dalam rumah dan tidak bisa melakukan kehidupan yang normal seperti dahulu. Semua roda kehidupan rasanya terhenti, taman bermain yang tak terisi tawa lagi, sekolah yang kosong akan ilmu, dan tempat kerja yang beristirahat. Kami semua bisu dan tak mampu melakukan apapun.
Masih segar rasanya waktu kabar kasus pertama muncul di Depok bulan februari lalu, minggu itu saya tengah gencar melakukan bimbingan tugas akhir bersama dengan dosen saya, dan akhir pekannya mendapat kabar seperti itu. Saya kira mungkin kasus ini seperti flu biasa awalnya, selagi dua pasien itu sudah ditangani mungkin akan selesai. Saya masih beraktifitas seperti biasa, kota masih ramai, bus-bus masih sesak dipenuhi penumpang, namun rasanya ada yang berbeda semuanya terasa saling mencurigai, dan waspada. Saat mendengar deham, mata saling menatap curiga “Ah, korona nih, korona pasti.”
Sampai akhirnya satu minggu pertama kasus semakin bertambah, dan pemberitahuan tentang penutupan fasilitas masyarakat datang beruntun. Hingga akhirnya kota mengalami mati bisu.
Rasanya baru kemarin saya mengeluh karena mengalami kesulitan untuk melakukan bimbingan, sampai pusing memilih menu pecel lele atau ayam geprek untuk makan siang bersama dengan teman saya. Jika saya tahu hari itu adalah kali terakhir keadaan normal maka saya akan memilih untuk berhenti, nernapas dan menikmati setiap detiknya. Hingga hari demi hari berlalu, dan rasa rindu rasanya sudah menggunung. Saya merasa jadi orang paling kaya jika rindu dapat diuangkan.
Siklusnya mungkin sama dengan teman-teman yang lainnya, saya merasa bosan di rumah sampai rasanya stres dan tak kuat lagi di penjara di rumah. Tapi, jika saya egois dan memutuskan untuk keluar maka saya hanya akan menyulitkan orang lain. Begitu terus pertentangan yang terjadi di dalam isi kepala saya saat itu.
Kalian pasti pernah merasakan lelah sampai rasanya menangis pun tak sanggup, hanya ada pilu yang menyayat karena tak kunjung disalurkan. Minggu-minggu awal saya kalut karena tentu saja kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan akan berkurang, padahal niat besar untuk membantu keluarga di tahun ini sudah terpupuk dari lama, tapi pupus begitu saja. Mungkin, saya masih lebih beruntung walaupun tak memiliki pekerjaan tak membuat hidupku berhenti. Tapi, saat melihat puluhan, ratusan bahkan ribuan pekerja mengalami PHK secara besar-besaran. Segala sumber ekonomi terputus, dan kami hanya meraung tak sanggup berbuat apa-apa. Padahal kami hanya bekerja di bawah nama besar mereka, mengambil sisa-sisa kepemilikan yang tak seberapa, namun begitu adanya.
Sampai semuanya berhenti, dan memaksa untuk tetap bertahan hidup.
Situasi seperti makin tak terkendali, ketika mereka yang egois berbuat seenaknya. Mereka dibalik kursi-kursi hangatnya, dengan santai mengatur pola kehidupan kami. Kebutuhan pokok untuk penanggulangan virus mengalami kenaikan harga yang melonjak tinggi, kesempatan bekerja semakin dibatasi, dan tak ada yang berada di sisi kami. Pada akhirnya kami dari kelas bawah menjadi korban sesungguhnya, tak peduli seberapa serius penyakit yang kita hadapi sekarang.
Kita tidak tahu apa yang terjadi di sana, atau bagaimana dengan rencana mereka kedepannya. Kami hanya perlu percaya dengan apa yang ditampilkan, menutup mata, telinga dan semua yang membuat kepercayaan itu terasa abu-abu. Hingga akhirnya ketika kasus meningkat lebih banyak, kami hanya pasrah, karena tak banyak yang bisa didapatkan namun hidup masih tetap harus berjalan. Mungkin ini “The New Normal” yang dimaksud, ketika kehidupan kembali menjadi normal dengan nyawa yang dipertaruhkan, dan mereka yang duduk di baliknya.
Aktifitas kembali menggaung seperti tiga bulan lalu, padahal tak ada sedikit pun titik terang akan pandemi ini. Namun, seperti wacana tersebut semuanya kembali normal. Bukan egois, kami hanya berusaha untuk bertahan hidup. Pilihannya, jika tak mati kelaparan di rumah atau mati dengan virus yang menggerogoti tubuh di luar sana.
Saya sempat tak sanggup berkata ketika akhirnya, mereka yang duduk di sana kembali membuka roda kapitalis. Ketika pusat perbelanjaan kembali dibuka, tempat nongkrong yang mulai dipadati dan segala hal yang membuat kami diatur untuk keluar dan membuat kasus ini menjadi semakin buruk. Rasanya harapan kami yang berusaha untuk diam dan memutus persebaran virus menjadi pupus. Usaha dan peluh yang dikeluarkan para tenaga medis menjadi sia-sia karena orang-orang egois di luar sana. Mereka tak hanya mempertaruhkan hidup orang lain, namun nyawa mereka sendiri dan rindu dari keluarga yang mereka tahan seperti sebuah bom waktu. Para tenaga medis pasti menangis lebih banyak dari kami, dan mereka adalan orang-orang terkuat dari penghujung generasi kami.
Anak-anak yang biasanya bermain, mereka menangis dan tak dapat berbuat apa-apa. Mereka yang tak mengerti apapun, membiarkan hidupnya dibawa kemanapun cerita ini berjalan. Oleh mereka, orang-orang dewasa yang duduk di sana.
Sempat terpikirkan, apakah mungkin keadaan saat ini hanyalan sebuah rekayasa atau mungkin semuanya telah diatur sedemikian rupa. Hingga kami yang hidup di bawah langit-langit gugur satu persatu, apakah itu tujuannya? Kuharap tidak ada yang memiliki niat seperti itu, kuharap semua orang sungguh-sungguh untuk saling peduli dan memberikan genggaman tangannya satu sama lain.
Sampai akhirnya rindu dan harapan kami bisa terwujud, senyum anak-anak akan kembali hadir, dan kami yang tenang dengan kehidupan yang lebih baik.
Terimakasih untuk kalian yang berusaha dengan keras untuk menyelamatkan setiap nyawa yang ada, kaya maupun miskin, semuanya sama berharganya kan. Untuk kalian yang tetap menyimpan rindu sampai saat ini, dan kalian yang berusaha keras menjaga lampu-lampu di rumah tetap bercahaya. Jika kami adalah generasi terakhir di bumi semoga harapan akan selalu ada, semoga orang-orang saling bertukar kebaikan hingga akhir.
Dekonstruksi dalam Penggalan Lirik Lagu BTS Pied Piper
Dekonstruksi dalam Penggalan Lirik Lagu BTS Pied Piper [Rap Monster] Berhenti menonton dan belajar untuk ujianmu Orangtuamu dan ...
-
Judul Buku : Hujan Penulis : Tere Liye Tebal Buku : 317 halaman Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan : Cetakan ke-8, Fe...
-
Judul Buku : The Bliss Bakery Trilogy #2 A Dash of Magic Penulis : Kathryn Littlewood Penerjemah : Sujatrini Lizi Tebal Buku :...